Laman

Jumat, 20 Februari 2015

Makalah suap menyuap

    Selamat malam sobat ,kali ini saya akan memposting hasil pekerjaan makalah saya pada waktu semester 1 yaa mata pelajara anti korupsi , sebelumnya saya minta maaf kalau ada kesalahan dalam penuliasan makalah ini , siapa tau ada dari sebagian sobat yang berasal dari jurusan hukum dan mungkin mau komentar dengan makalah saya inisilahkan komentar yaa sob , 

  

BAB I
PENDAHULAUN
1.1       Latar Belakang
Masalah suap adalah salah satu masalah yang sudah sangat lama terjadi dalam masyakat. Pada umumnya suap diberikan kepada orang yang berpengaruh atau pejabat agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya. Orang yang memberi suap biasanya memberikan suap agar keinginannya tercapai untuk mendapatkan
keuntungan dan agar terbebas dari suatu hukuman atau proses hukum. Orang yang paling banyak di suap adalah pejabat di lingkungan birokrasi pemerintah yang mempunyai peranan penting untuk memutuskan sesuatu umpamanya dalampemberian izin ataupun pemberian proyek pemerintah.Suap sering diberikan kepada para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim.
            Suap juga ditemukan dalam penerimaan pegawai, promosimaupun mutasi, bahkan saat ini suap disinyalir telah merambah ke dunia pendidikan baik dalam tahap peneriman mahasiswa/siswi baru, kenaikan kelas, kelulusan bahkan untuk mendapatkan nilai tertentu dalam ujian mata pelajaran atau mata kuliah.
2.2       Rumusan Masalah
1. Apa itu hakekat suap dan korupsi ?
2. dasar hukum apa saja yang berkaitan dengan tindak pidana suap ?
3. Sanksi apa saja yang diterima oleh tindak pidana suap ?
2.3       Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian suap
2. Mendeskripsikan tentang penyuap dan penerima suap
3. Mendeskripsikan dasar hukum tindak pidana suap
4. Mendeskripsikan sanksi hukum tindak pidana suap
D.        Manfaat
Makalah ini membuat masyarakat mengerti bahwa suap menyuap termasuk bagian dari korupsi yang dapat merugikan negara, serta membuat masyarakat tidak melakukan suap menyuap apalagi korupsi karena mereka telah mengetahui hukuman bagi pelakunya dan kerugian yang akan dialami oleh negara akibat perbuatan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Hakekat Suap dan Korupsi
Seseorang yang terlibat dalam perbuatan suap-menyuap sebenarnya harus malu apabila menghayati makna dari kata suap yang sangat tercela dan bahkan sangat merendahkan martabat kemanusiaan, terutama bagi si penerima suap.
Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang artinya adalah “begging” (mengemis) atau “vagrancy” (penggelandangan). Dalam bahasa Latin disebut briba, yang artinya “a piece of bread given to beggar” (sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya bribe bermakna “sedekah” (alms), “blackmail”, atau “extortion” (pemerasan) dalam kaitannya dengan “gifts received or given in order to influence corruptly” (pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau korup).
Suap-menyuap bersama- sama dengan penggelapan dana-dana publik (embezzlement of public funds) sering disebut sebagai inti atau bentuk dasar dari tindak pidana korupsi. Korupsi sendiri secara universal diartikan sebagai bejat moral, perbuatan yang tidak wajar, atau noda (depravity, perversion, or taint); suatu perusakan integritas, kebajikan, atau asas-asas moral (an impairment of integrity, virtue, or moral principles).
Kriminalisasi terhadap tindak pidana korupsi, termasuk suap-menyuap, mempunyai alasan yang sangat kuat sebab kejahatan tersebut tidak lagi dipandang sebagai kejahatan konvensional, melainkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), karena karakter korupsi yang sangat kriminogin (dapat menjadi sumber kejahatan lain) dan viktimogin (secara potensial dapat merugikan pelbagai dimensi kepentingan).


2.2 Tinjaun Historis Pemberian Suap Sebagai Kejahatan Jabatan

Pemberian suap bagi kalangan Pegawai Negeri berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) termasuk dalam kategori kejahatan jabatan.
Menurut Victor M. Situmorang adalah kejahatan yang dilakukan oleh pegawai negeri/pejabat dalam pekerjaannya dan kejahatan mana termasuk salah satu perbuatan pidana yang tercantum dalam Bab XXVIII Buku Kedua KUHP. Kejahatan jabatan yang berkaitan dengan suap hanya 3 (tiga) pasal
saja yang diatur dalam KUHP.

Tabel 1
Pemberian suap
No.
Pasal
Pemberi Suap
Rupa Suap
Penerima Suap
Maksud Suap
1.
Pasal
209
KUHP

Barang siapa
memberi atau
menjanjikan
sesuatu
kepada seorang pejabat
dengan maksud menggerakkannya
untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya
Barang siapa
memberi sesuatu
kepada seorang pejabat
karena atau berhubung dengan
sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
2.
Pasal
210
KUHP

Barang siapa
memberi atau
menjanjikan
sesuatu
Kepada seorang  hakim
dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang
perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadil
Barang siapa
memberi atau
menjanjikan
sesuatu
kepada seorang yang menurut ketentuan undangundang ditentukan menjadi penasihat atau adviseur untuk menghadiri sidang atau pengadilan
dengan maksud untuk
mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diherikan
berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili.



Tabel 2
Penerima suap
No
Pasal
Penerima suap
Perbuatan
1
Pasal 419
KUHP
Seorang pejabat
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya., hahwa hadiah atau
janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungandengan jabatannya
2
Pasal 419
KUHP
pegawai negeri
menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
pegawai negeri
yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau oleh karena si
penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya


Keempat pasal tindak pidana Kejahatan dalam Jabatan dalam KUHP
menunjukkan ada tujuh bentuk tindak pidana suap sebagai berikut :
1
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakkannya
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
2
memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
3
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud untuk mempengaruhi utusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
4
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang yang menurut ketentuan undang-undang ditentukan menjadi penasihat atau adviseur untuk menghadiri sidang atau pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diherikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
5
Seorang pejabat menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus iduganya., hahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang 3ember hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya
6
pegawai negeri menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
7
pegawai negeri yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya pegawai negeri yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya

2.3 Bukti keluarbiasaan
Secara internasional tindak pidana korupsi dalam jumlah yang signifikan dapat menimbulkan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat; dapat merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika, dan keadilan; bersifat diskriminatif dan merongrong etika dan kompetisi bisnis yang jujur; mencederai pembangunan berkelanjutan dan tegaknya hukum.
Selanjutnya secara empiris terbukti bahwa kemungkinan keterkaitan antara korupsi dan bentuk kejahatan lain, khususnya kejahatan terorganisasi (terorisme, perdagangan orang, penyelundupan migran gelap dan lain-lain) dan kejahatan ekonomi termasuk tindak pidana pencucian uang, yang menempatkan tindak pidana korupsi sebagai salah satu kejahatan yang menghasilkan atau merupakan sumber dana yang bisa dicuci (predicate crime).
Tindak pidana korupsi kelas kakap berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara dalam jumlah besar sehingga dapat mengganggu sumber daya pembangunan dan membahayakan stabilitas politik suatu negara. Korupsi tidak mustahil sudah bersifat transnasional, contohnya adalah apa yang dinamakan commercial corruption, yaitu penyuapan oleh perusahaan-perusahaan multinasional kepada pejabat-pejabat negara berkembang.
Korupsi juga diindikasikan dapat menimbulkan bahaya terhadap keamanan umat manusia (human security) karena telah merambah ke dunia pendidikan, kesehatan, penyediaan sandang pangan rakyat, keagamaan, dan fungsi-fungsi pelayanan sosial lain.
Dalam kerangka penyuapan di dunia perdagangan, baik yang bersifat domestik maupun transnasional, korupsi jelas-jelas telah merusak mental pejabat. Demi mengejar kekayaan, para pejabat negara tidak segan-segan melanggar code of conduct sebagai aparatur negara.
Dengan demikian, tampak bahwa elemen tindak pidana korupsi tidak harus mengandung secara langsung unsur "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara". Dalam suap-menyuap yang merupakan hal yang tercela adalah penyalahgunaan kekuasaan, perilaku diskriminatif dengan memberikan privilese atas dasar imbalan keuntungan finansial dan lain-lain, pelanggaran kepercayaan yang merupakan elemen demokrasi, rusaknya mental pejabat, ketidakjujuran dalam berkompetisi, bahaya terhadap human security, dan sebagainya.
2.4 Agenda Reformasi
Reformasi (reform movement) harus ditafsirkan sebagai upaya sistematik untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar (indexs) demokrasi. Menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN merupakan salah satu agenda reformasi di samping amandemen UUD 1945, promosi dan perlindungan HAM, penyelenggaraan pemilihan umum yang jujur dan adil, penguatan civil society, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan pers, desentralisasi (otonomi daerah), supremasi sipil, dan lain-lainnya.
Bagi Indonesia yang sejak tahun 1998 berada di Era Reformasi, penanggulangan korupsi yang sudah bersifat sistemik dan endemik, termasuk suap-menyuap (yang oleh mantan Presiden Bank Dunia James Wolfensohn disebut sebagai "the cancer of developing countries") merupakan salah satu agenda reformasi yang harus dituntaskan.
Pelbagai substansi hukum (legal substance) telah dibangun untuk memberantas KKN dan menciptakan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN seperti Tap MPR No XI/MPR/1998 dan UU No 28 Tahun 1999, UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 15 Tahun 2002 jo UU No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No 30 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan baru-baru ini Indonesia turut menandatangani (belum meratifikasi) UN Convention Against Corruption, Vienna, 2003. Dalam konvensi ini ada empat hal yang menonjol, yaitu penekanan pada unsur pencegahan, kriminalisasi yang lebih luas, kerja sama internasional, dan pengaturan lembaga asset recovery untuk mengembalikan aset yang dilarikan ke luar negeri.
Dari sisi kebijakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah beberapa kali berusaha untuk mengakselerasi pemberantasan tindak pidana korupsi, terakhir baru-baru ini dikeluarkan instruksi berupa delapan prioritas dalam upaya pemberantasan korupsi, yang akan dimulai dari audit di lingkungan Kantor Presiden dan Wakil Presiden.
Dari sisi struktur hukum (legal structure) di samping telah dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang juga menggabungkan KPKPN di dalamnya, atas dasar UU No 30 Tahun 2002 dimungkinkan pula pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi yang bersifat khusus pengadilan ad hoc, yang korban pertamanya adalah Abdullah Puteh.
Belum lagi usaha untuk membentuk komisi kepolisian, komisi kejaksaan, dan komisi yudisial untuk mengawasi perilaku penegak hukum.
Dengan kemajuan yang relatif cukup signifikan di bidang substansi dan struktur hukum di atas, maka bilamana masyarakat belum puas terhadap pemberantasan KKN termasuk suap-menyuap, persoalannya cenderung berkaitan dengan budaya hukum (legal culture) dan kualitas moral sumber daya manusianya, berupa pandangan, sikap, persepsi, perilaku, dan bahkan falsafah dari para anggota masyarakat yang kontraproduktif. Lebih-lebih budaya hukum dari yang terlibat dalam penegakan hukum (legal culture of the insider) yang belum sepenuhnya dapat menyesuaikan diri dengan semangat reformasi.
2.5 Hukum Nasional
Walaupun korupsi, termasuk suap-menyuap, dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi, dalam beberapa hal tindak pidana suap juga dikriminalisasikan sebagai lex specialis, misalnya suap-menyuap yang terjadi di lingkungan perbankan, yang berkaitan dengan pemilihan umum, dan suap yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Kriminalisasi terhadap tindak pidana suap secara mendasar sudah dilakukan melalui Pasal 209 KUHP yang mengatur penyuapan aktif (actieve omkooping atau active bribery) terhadap pegawai negeri. Pasangan dari pasal ini adalah Pasal 419 KUHP yang mengatur tentang penyuapan pasif (passive omkooping atau passive bribery), yang mengancam pidana terhadap pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji tersebut di atas.
Selanjutnya Pasal 210 KUHP yang mengatur penyuapan terhadap hakim dan penasihat di pengadilan. Hakim dan penasihat yang menerima suap tersebut diancam pidana oleh Pasal 420 KUHP.
Keempat pasal tersebut kemudian dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi melalui UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001.
Perluasan tindak pidana suap dalam bentuk retour-commissie atau gratifikasi diatur dalam Pasal 418 KUHP. Pasal ini kemudian juga diangkat menjadi tindak pidana korupsi (UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001); 'Gratifikasi merupakan pemberian hadiah yang luas dan meliputi: pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Suap yang menyangkut kepentingan umum (baik aktif maupun pasif) dikriminalisasikan melalui UU No 11 Tahun 1980. Suap di lingkungan perbankan diatur dalam UU No 10 Tahun 1998. Suap-menyuap dalam pemilu (money politics) diatur dalam UU No 12 Tahun 2003 dan UU No 23 Tahun 2003. Begitu pula dalam UU No 32 Tahun 2004 sepanjang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah.
2.6 Hukum Internasional
Banyak sekali instrumen regional (misalnya EU, Inter- American, African Union, Southern African Development Community) maupun organisasional (misalnya OECD, GRECO) yang dirumuskan untuk mencegah dan memberantas korupsi termasuk suap-menyuap. Dalam pertumbuhannya instrumen-instrumen itu mengerucut dalam bentuk UN Convention Against Corruption, Vienna, 2003.
Dalam Konvensi PBB ini ruang lingkup bribery diperluas dan mencakup penyuapan terhadap pejabat publik, termasuk pejabat publik asing dan pejabat publik dari organisasi internasional, baik aktif maupun pasif.
Bahkan dianjurkan pula mengkriminalisasikan perbuatan suap di lingkungan swasta (bribery in the private sector) dalam kegiatan komersial, ekonomi, dan finansial. Termasuk juga pelbagai bentuk suap yang dapat mengganggu proses peradilan yang jujur dan independen (obstruction of justice).
BAB III
PENUTUP
3.1 Saran
Suap menyuap yang berkaitan dengan publik adalah inti dari tindakan korupsi sebaiknya perbuatan itu harus segera di atasi agar tidak terjadi kerugian d keuangan negara
3.2 Kesimpulan
pengembangan bentuk-bentuk tindak pidana korupsi yang telah terjadi,  khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana suap menyuap. Hal ini ternyata dari pengaturan tindak pidana kejahatan dalam jabatan menurut KUHP, terutama perbuatan suap berupa tujuh bentuk tindak pidana. Berdasarkan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada 12 bentuk tindak pidana suap menyuap. Perluasan pengaturan tindak pidana suap menyuap ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam upaya memberantas korupsi di negeri Indonesia yang kita cintai ini.









Daftar Pustaka
R. Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pemberantasan TIndak Pidana
Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Victor M. Situmorang, Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil, PT Rineka Cipta,
Jakarta, 1990.
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=5118&coid=3&caid=22&gid=3




Tidak ada komentar:

Posting Komentar